Untuk tugas UKM Jurnalistik kali ini, aku ingin menceritakan sedikit pengalamanku selama bekerja di salah satu perusahaan permodalan milik negara di Kota Cikarang. Jadi pekerjaanku itu merangkap 3 profesi, yaitu penagih angsuran, petugas survey dan juga sales yang mencari nasabah. Target nasabahku adalah Ibu-Ibu pelaku UMKM yang membutuhkan modal untuk usahanya.
Hari pertamaku bekerja, aku mensurvey seorang Ibu pedagang keripik singkong keliling. Saat menelusuri rumahnya yang memasuki gang sempit dan becek, awalnya aku agak sedikit ragu. Tapi karena ini adalah tugasku, maka harus kulalui. Saat sampai di rumahnya, aku pun memperhatikan keadaan sekitarnya untuk kebutuhan survey. Rumahnya terbuat dari anyaman kayu yang saat sekali kulihat pun rasanya seperti akan roboh jika terkena angin kencang, dan terlihat celah langit-langit yang sebagian tidak tertutup atap. Saat aku bertanya untuk kebutuhan survey, Ibu itu sempat cerita bahwa ia kehilangan salah satu anaknya setahun yang lalu saat terjadi banjir bandang di rumah tersebut. Sang Ibu berkaca-kaca saat menceritakan kejadian itu. Karena aku bingung ingin berkata apa, aku pun hanya terdiam mendengarkan ceritanya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup serta keluarganya, sang Ibu membuat keripik singkong lalu menjualnya keliling. Penghasilan yang tak pasti itu, tetap harus dijalani demi sesuap nasi. Setelah melakukan survey, aku pun pamit lalu pergi dari rumah Ibu itu.
Hari keduaku bekerja, aku menagih angsuran hutang di sebuah perkumpulan kelompok Ibu-Ibu yang juga para pelaku UMKM. Lagi-lagi aku harus memasuki gang-gang sempit dan jalanan becek. Karena aku tidak terlalu pandai mengendarai sepeda motor, aku pun terkadang terseok-seok hingga menabrak tikungan. Agak sedikit deg-degan karena saat itu aku meminjam motor partner kerjaku karena aku tidak membawa motor ke Cikarang. Saat aku dan partner kerjaku sampai, Ibu-Ibu itu menyambut kami dengan hangat. Aku dipersilakan masuk ke rumah sederhananya yang beralaskan semen. Di dalam aku sempat ditawari minum dan makan tapi kutolak karena aku sedang berpuasa. Yang aku herankan, mereka sangat baik tidak seperti teman-teman sekolahku dulu yang berumah besar tapi tidak pernah menawarkan makanan. Karena aku masih baru, mereka juga memperkenalkan diri mereka dengan ramah serta mengajarkanku tentang pekerjaanku yang bahkan tidak diajarkan saat aku training. Setelah aku melakukan tugasku, kami pun berpisah dan mereka mengantarkanku sampai aku pergi.
Hari ketiga aku bekerja, aku menagih door to door ke rumah Ibu-Ibu yang belum pernah kukunjungi sendirian karena partnerku pun menagih ke tempat lain. Hanya bermodalkan google maps, saat masuk ke gang aku akhirnya kehilangan arah. Bingung harus kemana. Jam sudah menunjukkan pukul 12:31. Teriknya kota Cikarang menembus kulit tanganku hingga belang. Saat itu aku mengendarai motor tanpa menggunakan sarung tangan ataupun handbody, rasanya sudah tidak peduli lagi akan penampilanku yang buluk dan kusam. Tak kunjung menemukan rumah yang dituju, aku pun mampir ke masjid terdekat untuk melakukan solat zuhur. Seakan frustasi, ingin menyerah. Tapi aku teringat adikku di kampung yang minta THR. Selesai solat aku menghubungi partner kerjaku dan menceritakan padanya bahwa aku nyasar dan tidak menemukan rumah yang dituju. Akhirnya dia menyarankkan video call lalu dia mengarahkan jalan sampai aku menemui rumah tujuan. Rasanya sedikit lega, namun kembali frustasi saat tidak menemukan sang pemilik rumah. Karena masih banyak rumah yang harus kudatangi, aku pun pergi dengan rasa kecewa. Ingin menangis di perjalanan, tapi kutahan agar tidak terbawa perasaan. Aku pun harus melanjutkan pekerjaanku lagi dengan profesional.
Setelah hampir satu bulan bekerja tepatnya tanggal 21 April 2022, aku dan rekan-rekan kerjaku menghadiri acara perusahaan yang salah satu bintang tamunya adalah Cinta Laura. Saat talk show, ada beberapa kalimat dari Cinta Laura yang kuingat. “Hidup itu pilihan, kita sendiri yang menentukan bagaimana hidup kita kedepannya”. Saat itu juga aku ingin memantapkan pilihanku untuk resign dari kerjaan ini. Aku tidak bisa menerima riba dari orang-orang yang bahkan kehidupannya lebih membutuhkan dari aku. Aku tidak bisa menerima upah yang berasal dari orang-orang yang membutuhkannya, Ibu-Ibu yang telah kutemui selama ini. Pengalaman ini cukup menjadi ilmu untuk kehidupanku kedepannya. Aku harus tetap berjuang, paling tidak untuk diriku sendiri.
0 Komentar