Ditulis Oleh : Muhammad Jidan
Sumber Gambar : nasional.kompas.com
Jakarta, 4 Mei 2025 — Menteri Sosial Republik Indonesia, Syaifullah Yusuf alias Gus Ipul
menyatakan bahwa pihaknya masih mempertimbangkan usulan kebijakan Gubernur Jawa
Barat, Dedi Mulyadi, yang mengaitkan program keluarga berencana (KB) termasuk
vasektomi sebagai syarat utama untuk menerima bantuan sosial (bansos) turut
memperhatikan aspek keagamaannya.
Gus Ipul menyatakan bahwa penambahan syarat di luar rancangan sebuah pemerintah sudah
semestinya didiskusikan dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari berbagai aspek,
termasuk sudut pandang agama dan hak asasi manusia (HAM). Majelis Ulama Indonesia
(MUI) sendiri telah mengeluarkan fakta yang menyatakan bahwa tindakan vasektomi haram
hukumnya jika dimaksudkan untuk pemandulan permanen, yang sangat bertentangan dengan
prinsip dasar syariat Islam.
Dikutip dari laman MUI, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan hukum
vasektomi adalah haram, kecuali dalam kondisi tertentu yang memenuhi lima syarat ketat,
sesuai hasil Ijtima Ulama pada 2012. “Kelima syarat itu yang pertama adalah vasektomi
dilakukan untuk tujuan yang tidak menyalahi syariat Islam. Kedua, vasektomi tidak
menyebabkan kemandulan permanen. Ketiga, ada jaminan medis bahwa rekanalisasi bisa
dilakukan dan fungsi reproduksi pulih seperti semula. Keempat, tidak menimbulkan mudharat
bagi pelakunya. Kelima, vasektomi tidak dimasukkan ke dalam program kontrasepsi
mantap,” ujar Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH.Abdul Muiz Ali dikutip dari
nasional.kompas.com.
Dalam pernyataannya, Gus Ipul juga mengingatkan agar keputusan semacam ini tidak
diambil secara tergesa-gesa tanpa memperhatikan sudut pandang agama dan hak asasi
manusia (HAM). “Fatwa haram Majelis Ulama Indonesia iya, makanya salah satunya
pertimbangan. Itu harus dihitung secara bersama-sama. Maka ketika saya ditanya, ya kita
perlu waktu untuk mencerna idenya Kang Dedi itu,” ujar Gus Ipul di Yogyakarta, pada Sabtu,
3 Mei 2025.
Menanggapi wacana tersebut, Gus Ipul menekankan bahwa wacana menjadikan vasektomi
sebagai syarat penerima bantuan sosial perlu diamati secara menyeluruh. Ia menyarankan
agar pengamatan tersebut melibatkan berbagai perspektif agama, dan hak asasi manusia
(HAM), hingga aspek efektivitasnya. “Saya lihat idenya juga hanya pernyataan gitu aja.
Mestinya harus dilandasi dengan dasar-dasar, sudut pandangnya,” kata Gus Ipul kepada
Kompas.com.
“Dari sudut pandang agama, sudut pandang HAM, dan dari sudut pandang manfaatnya.
Sudut-sudut pandangnya kan banyak dan harus dipertimbangkan ya,” tambah Gus Ipul
kepada Kompas.com.
Selain itu, Gus Ipul berpandangan bahwa kebijakan sosial seperti bantuan sosial (bansos)
seharusnya tidak membebani dengan syarat-syarat yang bersifat memaksa. Menurutnya, hal
itu bisa menyinggung hak asasi manusia (HAM) dan menyentuh hal-hal sensitif seperti
budaya dan ajaran agama. Gus Ipul menilai, vasektomi semestinya cukup hanya menjadi
imbauan, bukan syarat yang memaksa. “Kalau maksa, ya enggak boleh. Itu hanya imbauan
sifatnya,” ujar Gus Ipul kepada Kompas.com.
Gus Ipul menambahkan bahwa program bantuan sosial selama ini diberikan sebagai bentuk
perlindungan dan jaminan sosial dari pemerintah. Tujuannya adalah untuk membantu
meningkatkan kualitas hidup masyarakat, khususnya untuk meningkatkan daya hidup
kelompok rentan. Setiap bantuan sosial yang diberikan pemerintah sudah memiliki kriteria
penerima dan tujuan yang jelas. Misalnya, ada bantuan khusus untuk ibu hamil, anak-anak,
lansia, hingga penyandang disabilitas. Dengan begitu, bantuan tersebut benar-benar bisa
digunakan sesuai kebutuhan dan tepat sasaran.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengusulkan agar penerima bantuan sosial
(bansos) memenuhi syarat utamanya yaitu, kepala keluarga dari satu keluarga berencana
(KB) yang berisikan wanita hamil yang tercatat dalam satu keluarga dengan jumlah maksimal
dua anak berusia 0-6 tahun yang belum mengikuti pendidikan formal harus bersedia untuk
divasektomi. Menilai kebijakan tersebut dapat membantu mengendalikan angka kelahiran di
kalangan keluarga prasejahtera, dan juga memastikan bantuan pemerintah tersalurkan secara
lebih adil dan merata.
Dedi Mulyadi menekankan bahwa kedepannya, data penerima bantuan sosial (bansos) harus
terintegrasi dengan data kependudukan. Lebih spesifik lagi, dalam data kependudukan
tersebut harus memuat data peserta KB, terutama KB laki-laki atau vasektomi. "Jangan
sampai kesehatannya dijamin, kelahirannya dijamin, tetapi negara menjamin keluarga itu-itu
juga. Yang dapat beasiswa, yang bantuan melahirkan, perumahan keluarga, bantuan nontunai
keluarga dia, nanti uang negara mikul di satu keluarga," ujar Gubernur Jawa Barat, Dedi
Mulyadi, saat memberikan pernyataan di Bandung, pada Senin, 28 April 2025.
0 Komentar