TENTANG PEREMPUAN UNTUK PEREMPUAN


Oleh Siti Luthfiah Aladawiyah pada Sabtu, 23 April 2022 pukul 09.50 WIB

Penjara adalah kata yang tepat untuk  kehidupan seorang wanita di era Kartini zaman penjajahan Belanda. Bukan hanya tubuh mereka, tetapi pikiran mereka, dan bahkan kehidupan mereka. Ketika seorang wanita mencapai pubertas, dia harus tinggal di rumah untuk menjadi jauh. Wanita tidak harus memiliki standar yang tinggi. Anda tidak perlu  pergi ke mana pun untuk belajar. Tidak Perlu Sekolah Perempuan diajarkan  tata krama hanya di keluarga dan masyarakat, dan pengetahuan mereka seluas di rumah.

Realitas kehidupan sehari-hari menunjukkan bahwa banyak  perempuan dari kelas ekonomi tinggi (kaya) tidak selalu memiliki tingkat kemandirian yang tinggi. Soalnya, masih banyak wanita yang belum memiliki kendali penuh atas penghasilannya. Misalnya, uang yang diterima pasangan dari akibat 'sampah sampah' di masyarakat Kalbar  seringkali dipisahkan.

Penghasilan istri terutama untuk kebutuhan makan sehari-hari, dan penghasilan suaminya digunakan untuk hal-hal lain menurut keputusannya sendiri. Demikian pula pada tingkat masyarakat dengan strata sosial yang lebih tinggi, jika suami istri samasama bekerja dan menghasilkan uang, umumnya kebutuhan seharihari yang sifatnya primer lebih banyak dipenuhi dari hasil keringat istri, sedangkan hasil dari suami biasanya untuk kebutuhan sekunder ke atas.

Sebaliknya, tingkat pendidikan yang diraih kaum wanita belum semua mampu membawanya ke tingkat kemandirian. Minimal sisi psikologisnya melepaskan diri dari kaidah sosial stereotip dirinya sebagai kaum perempuan. Orang sering mengaitkan dengan kodrat perempuan sebagai ibu rumah tangga, namun sering pula kodrat itu dijadikan alat pembenaran bahwa kaum perempuan harus di belakang kaum lakilaki dalam semua aspek kehidupan. Termasuk dalam struktur kepemimpinan, tidak semua golongan dan atau kelompok yang dapat menerima perempuan sebagai pemimpinnya.

Oleh karena itu, untuk memuluskan konsep pemberdayaan perempuan secara keseluruhan, terlebih dahulu perlu dianalisis situasi ketidaksetaraan gender yang biasanya terjadi akibat diskriminasi. Selain itu, diskriminasi gender  dapat terjadi pada setiap tahapan pembangunan, mulai dari sosialisasi dini, perencanaan dan pelaksanaan, serta pemantauan. Oleh karena itu, menurut pernyataan pakar studi perempuan Sara Longwe tentang kerangka kesetaraan dan  pemberdayaan perempuan, pemberdayaan perempuan tidak hanya berlaku bagi perempuan, tetapi (khusus) pemahamannya. Pertama harus dipahami oleh perempuan.

Sri Utami menyarankan, agar perempuan harus mengevaluasi diri, bertansformasi,menumbuhkan sikap melakukan perubahan dan meningkatkan kapasitas diri. Sebab adanya budaya patriarki yang selama ini mengakar di pikiran masyarakat Indonesia menyebabkan adanya pemisahan antara ranah publik dan domestik yang erat kaitannya dengan ketidaksetaraan antara kaum laki-laki dan perempuan.

Lahir 21 April 1879 di Lembangjepara, Raden Ajeng Kartini adalah seorang wanita yang diperbolehkan untuk mengambil kelas bahasa di ELS (Europe Lagere School) yang mencakup bahasa Belanda, sampai ia berusia 12 tahun. Pada usia ini, Kartini dikarantina. Semangat besar untuk belajar terus tumbuh pada gadis-gadis muda, dan Kartini di rumah menggunakan waktunya untuk belajar sendiri. Teman-teman Kartini selalu menyemangati dan mendukung Kartini. After Dark Comes Light adalah buku yang memberikan wawasan kepada kaum wanita. Semangat Kartini hidup sampai hari ini. Ini menarik lebih banyak perhatian dari wanita daripada pria.

Maka dari itu untuk saat ini, perempuan Indonesia memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam bidang sosial, ekonomi, hukum dan politik. Perempuan Indonesia bisa menuntut ilmu setinggi-tingginya, perempuan bisa mencari pasangan tanpa diminta orang tua, dan perempuan bisa jadi polisi, polisi,  hakim. Wanita bisa menjadi guru, manajer, dan direktur. Perempuan bisa menduduki posisi kepemimpinan di Lula, Kecamatan, Bupati, Gubernur, Menteri, Wakil Presiden, bahkan Presiden. Dalam hal pekerjaan, wanita bisa seperti pria. Perempuan bisa menduduki posisi kepemimpinan di Lula, Kecamatan, Bupati, Gubernur, Menteri, Wakil Presiden, bahkan Presiden. Dalam hal pekerjaan, wanita bisa seperti pria. Perempuan bisa menduduki posisi kepemimpinan di Lula, Kecamatan, Bupati, Gubernur, Menteri, Wakil Presiden, bahkan Presiden. Dalam hal pekerjaan, wanita bisa seperti pria.

Posting Komentar

0 Komentar