Ditulis Oleh: Ghina Shaqira
Sumber Gambar: Kompas.com
Jakarta, 28 September 2025 – Adrian Asharyanto Gunadi, pendiri sekaligus mantan CEO PT Investree Radhika Jaya, berhasil ditangkap di Doha, Qatar, pada Jumat (26/9/2025). Penangkapan ini menjadi akhir dari pelarian internasionalnya yang berlangsung selama satu tahun, setelah dirinya masuk dalam daftar pencarian internasional melalui Red Notice dari Interpol sejak November 2024.
Adrian Asharyanto Gunadi ditetapkan tersangka atas kasus penghimpunan dana masyarakat tanpa izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui dua perusahaan, PT Putra Radhika Investama dan PT Radhika Persada Utama, yang dilakukan pada Januari 2022 hingga Maret 2024, dengan kerugian yang ditimbulkan bagi publik diperkirakan mencapai Rp2,7 hingga 2,75 triliun.
Dana yang dikumpulkan dengan menggunakan nama Investree diduga disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, bukan digunakan sesuai dengan tujuan pembiayaan yang diatur oleh regulasi. Kasus ini mulai terungkap pada awal 2024 ketika rasio TWP90, yang menunjukkan tingkat gagal bayar lebih dari 90 hari, melonjak tajam mencapai 16,44%, jauh melewati ambang batas aman Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar 5%. Kondisi buruk tersebut memaksa OJK mengambil langkah tegas dengan mencabut izin usaha Investree pada 21 Oktober 2024 sebagai upaya menjaga stabilitas dan perlindungan bagi masyarakat.
Selama proses penyidikan, Adrian dinilai kurang kooperatif dan memilih melarikan diri ke Qatar pada Oktober 2024, di mana ia telah memiliki status hukum yang memungkinkan seseorang untuk tinggal dan bekerja di suatu negara tanpa batas waktu atau Permanent Resident sehingga proses ekstradisi menjadi sangat sulit dilakukan.
“Melalui kerjasama intensif dengan berbagai pihak, termasuk Korwas PPNS Bareskrim Polri dan Divisi Hubungan Internasional Polri, DPO dan Red Notice diterbitkan pada 14 November 2024" kata Yuliana selaku Deputi Komisioner Hukum dan Penyidikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat Konferensi Pers pada Sabtu (27/9/2025).
Di luar negeri, Adrian tercatat menjabat sebagai CEO JTA Investree Doha sejak tahun 2023, berbarengan dengan pendanaan Seri D Investree sebesar USD 231 juta (sekitar Rp 3,77 triliun) yang dipimpin oleh JTA International Holdings.
Penangkapan Adrian dilakukan melalui koordinasi lintas lembaga, termasuk OJK, Kejaksaan Agung, Korwas PPNS Bareskrim Polri, Divisi Hubungan Internasional Kepolisian Negara Republik Indonesia (Divhubinter Polri), Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Qatar, dengan menggunakan mekanisme National Central Bureau (NCB) antar negara. Menteri Dalam Negeri Qatar turut berperan aktif dalam proses pemulangan Adrian dengan memberikan dukungan politik dan diplomatik.
Adrian kini ditahan oleh OJK dan ditempatkan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri untuk menjalani proses hukum selanjutnya. Ia dikenakan dakwaan berdasarkan Pasal 46 jo Pasal 16 ayat (1) UU Perbankan mengatur pidana bagi yang menghimpun dana tanpa izin, sementara Pasal 305 jo Pasal 237 (a) UU PPSK dan Pasal 55 KUHP mengatur tindak pidana penggelapan, pemalsuan dokumen, dan pertanggungjawaban pidana bersama dengan ancaman 5–10 tahun penjara
Penangkapan Adrian merupakan langkah dalam upaya penegakan hukum yang lebih luas di sektor keuangan. Saat ini, Kepolisian Republik Indonesia juga masih melakukan pengejaran terhadap dua buronan besar lainnya, yaitu Michael Steven dari Kresna Group dan Evelina Pietruschka yang terkait dengan Wanaartha Life, sehingga penegak hukum terus memperkuat koordinasi untuk menangkap dan membawa para pelaku ke meja hukum demi melindungi kepentingan masyarakat dan menjaga stabilitas sistem keuangan.
Kasus ini menjadi pukulan keras bagi industri startup dan fintech di Indonesia, di mana para pakar menilai skandal Investree sebagai “lampu kuning” yang mengindikasikan kelemahan dalam tata kelola dan pengawasan perusahaan startup di tanah air.
Beberapa asosiasi industri seperti Amvesindo, AFPI, dan Nexticorn Foundation menilai bahwa penangkapan dan pemulangan Adrian justru menjadi langkah positif yang dapat membangun kembali kepercayaan investor terhadap sektor keuangan digital. Tindakan tegas ini sebagai wujud komitmen serius dalam menegakkan hukum dan meningkatkan transparansi, yang pada akhirnya diharapkan dapat memperkuat ekosistem startup dan fintech di Indonesia.
Meskipun Adrian sebelumnya memiliki reputasi yang cukup baik dengan latar belakang pendidikan dari Universitas Indonesia dan Rotterdam School of Management serta pengalaman berkarir di berbagai institusi keuangan ternama seperti Citibank, Standard Chartered Dubai, dan Bank Muamalat sebelum akhirnya mendirikan Investree, perjalanan profesionalnya kini harus berakhir di pengadilan sebagai bagian dari proses hukum atas kasus yang menjeratnya.
0 Komentar