Gerakan All Eyes on Papua Menggema di Medsos: Apa yang Sebenarnya Terjadi?


Ditulis oleh: Laila Luthfi Fadila

Sumber gambar: kompasiana.com


Bogor, 3 Juni 2024 – Kini masyarakat Indonesia tengah berbondong-bondong melakukan gerakan All Eyes on Papua yang artinya semua mata tertuju pada Papua. Netizen Indonesia pun turut mengunggah template All Eyes on Papua di berbagai platform media sosial. Hingga saat ini, sudah ada lebih dari 20 ribu kutipan di platform X yang menyuarakannya.

Permasalahan ini bermula saat adanya rencana pembabatan hutan rakyat Papua untuk membuka proyek perkebunan sawit oleh PT Indo Asiana Lestari (IAL). Proyek tersebut dioperasikan oleh tujuh perusahaan, yakni PT MJR, PT KCP, PT GKM, PT ESK, PT TKU, PT MSM, dan PT NUM. Tidak hanya itu, Pemprov setempat juga mengeluarkan izin kelayakan lingkungan hidup untuk PT IAL. Perusahaan tersebut telah mengantongi izin lingkungan seluas 36.094 hektar yang berada di hutan adat marga Moro yang merupakan bagian dari suku Awyu.

Atas tindakan tersebut, masyarakat adat Awyu dan Moi dari Sorong, Papua Barat Daya, mengajukan berdemo di depan Mahkamah Agung (MA), Jakarta pada 27 Mei 2024. Beberapa orang melakukannya dengan mengenakan pakaian adat suku masing-masing. Kelompok mahasiswa Papua dan berbagai organisasi masyarakat sipil pun turut memberikan dukungan mereka terkait aksi itu.

“Kami sudah cukup lama tersiksa dengan adanya rencana sawit di wilayah adat kami. Kami ingin membesarkan anak-anak kami melalui hasil alam. Sawit akan merusak hutan kami, kami menolaknya,” kata Rikarda Maa, perempuan adat Awyu. 

Dengan pembukaan lahan untuk perkebunan sawit, hutan adat Papua yang menjadi rumah bagi berbagai spesies langka dan juga sumber kehidupan suku Awyu di Boven Digoel, Papua Selatan, dan suku Moi di Sorong, Papua Barat, kini terancam hilang. Kerusakan hutan Papua ini bukan hanya menjadi masalah bagi masyarakat setempat saja, tetapi juga memberikan dampak secara global.

Saat ini gugatan sudah sampai tahap kasasi di Mahkamah Agung. Masyarakat adat suku Awyu dan suku Moi berharap agar Mahkamah Agung menjatuhkan putusan hukum yang bisa mengembalikan kelestarian hutan adat mereka.

"Kami datang menempuh jarak yang jauh, rumit, dan mahal dari Tanah Papua ke Ibu Kota Jakarta, untuk meminta Mahkamah Agung memulihkan hak-hak kami yang dirampas dengan membatalkan izin perusahaan sawit yang kini tengah kami lawan ini," ujar Hendrikus Woro, pejuang lingkungan hidup dari suku Awyu dikutip CNBC.

Netizen Indonesia turut menggunakan tagar #AllEyesonPapua #LindungiHutanPapua di berbagai platform media sosial sebagai bentuk dukungannya bersama aktivis lingkungan hidup dari suku Papua agar pemerintah bisa cepat tanggap dalam menyelesaikan permasalahan ini sampai tuntas.

Selain mengunggah template All Eyes on Papua, gerakan ini juga disertai dengan penyebaran petisi sebagai upaya penyelamatan hutan adat Papua melalui situs   https://www.change.org/p/bebaskan-tanah-papua-dari-investasi-perusahaan-sawit dan https://act.seasia.greenpeace.org/id/saya-bersama-hutan-papua

Posting Komentar

0 Komentar