Sumber Gambar: CNN Indonesia
Jakarta, 17 April 2025 — Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, secara resmi telah menandatangani Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Penandatanganan dilakukan pada 27 atau 28 Maret 2025, sebelum Hari Raya Idul Fitri 1446 H.
Kabar ini dikonfirmasi oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi. “Sudah, sebelum lebaran, tanggal 27 atau 28 Maret,” ujarnya saat dihubungi Tempo pada Kamis (17/4/2025). Sementara itu, pengesahan UU TNI sebelumnya telah dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025 pada Kamis, 20 Maret 2025.
Revisi UU TNI memuat perubahan pada tiga pasal utama, yakni Pasal 7, Pasal 47, dan Pasal 53. Pasal 7 ayat (2) menambahkan dua tugas baru TNI, yaitu menangani ancaman siber di sektor pertahanan dan melindungi serta menyelamatkan WNI atau kepentingan nasional di luar negeri. Jumlah tugas TNI kini menjadi 16 poin.
Perubahan signifikan juga terjadi pada Pasal 47, yang memperluas peluang prajurit TNI aktif untuk menduduki jabatan sipil dari sebelumnya 10 kementerian/lembaga menjadi 14. Sementara pada Pasal 53, revisi ini menaikkan batas usia pensiun bagi berbagai jenjang prajurit. Di antaranya, tamtama dan bintara pensiun pada usia 55 tahun, perwira hingga kolonel 58 tahun, dan perwira tinggi bintang satu hingga tiga masing-masing pada usia 60, 61, dan 62 tahun. Bagi yang menjabat fungsional, usia pensiun dapat mencapai 65 tahun.
Namun, revisi ini memantik kontroversi publik. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan kekhawatiran bahwa revisi Pasal 47 berpotensi menghidupkan kembali praktik dwifungsi militer, yang dahulu memberi ruang bagi tentara aktif mengisi jabatan sipil secara sistematis. “Perluasan prajurit aktif di lembaga sipil ini berisiko menghidupkan kembali praktik dwifungsi TNI,” ujar Anis Hidayah, Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM dikutip dari Tempo pada Kamis (17/04/2025).
Di tengah gelombang kritik tersebut, Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa revisi tidak akan mengembalikan dwifungsi militer seperti masa lalu. Menurutnya, perluasan jabatan sipil hanya mencakup lembaga yang sudah memiliki keterkaitan dengan TNI, seperti Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung.
Meski demikian, penolakan publik terus bergulir. Sejumlah aksi demonstrasi terjadi di berbagai daerah dengan catatan tindakan represif dari aparat. Penolakan kini merambah ke jalur hukum. Dalam waktu singkat setelah pengesahan, revisi UU TNI telah resmi digugat ke Mahkamah Konstitusi. Naskah undang-undang tersebut juga telah beredar di jejaring pesan singkat, namun belum tersedia secara resmi di laman Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) pemerintah.
0 Komentar