Anggota DPR Desak Penghapusan Biaya Layanan Aplikasi Ojol, Sebut Tidak Punya Dasar Hukum

 

Ditulis Oleh: Mariah Ulfah 

Sumber Gambar: Kompas.com

 

Jakarta, 22 Mei 2025 – Anggota Komisi V DPR RI, Adian Napitupulu, mendesak agar biaya layanan dan jasa aplikasi yang dikenakan oleh perusahaan aplikator ojek online (ojol) segera dihapus. Menurutnya, biaya tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan hanya membebani pengemudi serta konsumen.

Pernyataan tegas tersebut disampaikan Adian dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama komunitas pengemudi ojol di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu (21/5/2025).

“Saya minta ini dicabut, tidak boleh ada. Tidak boleh ada biaya layanan dan biaya jasa aplikasi,” kata Adian. Ia menegaskan bahwa biaya tersebut berbeda dengan potongan 20 persen yang diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor KP 1001 Tahun 2022 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi. 

Adian juga mempertanyakan dasar pengenaan biaya tambahan kepada konsumen yang selama ini diterapkan aplikator hanya dengan mencontoh dari praktik di negara lain. Ia menyebut, hal itu tidak bisa dijadikan rujukan hukum di Indonesia.

“Mereka menggunakan ini hanya karena di negara lain dipakai. Tapi peristiwa di negara lain itu bukan dasar hukum buat Indonesia dan negara biarkan ini terjadi bertahun-tahun. Ini aneh menurut saya. Kita seperti hidup bernegara tanpa negara,” ujar Adian.

Menurut perhitungan Adian, jika aplikator memotong biaya sebesar Rp10.000 dari pengemudi dan Rp10.000 lagi dari konsumen dalam setiap transaksi, maka dengan total mitra dan merchant mencapai 4,2 juta, pendapatan aplikator bisa mencapai Rp92 miliar per hari.

Komunitas ojol yang hadir dalam RDPU tersebut juga menantang Komisi V untuk memberikan kepastian hukum terhadap penurunan potongan biaya jasa aplikasi menjadi 10 persen. Mereka mendesak agar Kemenhub segera merevisi Kepmenhub KP 1001 Tahun 2022 demi melindungi kesejahteraan pengemudi.

“Sampai kapan kami bisa menikmati hasil komisi 10 persen ini bisa terjadi, Pak? Saya ingin tanya itu, Pak, sehingga kami bisa mengetahui deadline akhirnya tanggal berapa, bulan berapa, tahun berapa,” kata Ari Azhari, perwakilan pengemudi ojol.

Ari menilai revisi Kepmenhub bisa menjadi langkah cepat dan konkret, dibanding menunggu pengesahan Undang-Undang Transportasi Online yang diperkirakan memakan waktu lama. Ia juga mengkritik DPR yang dinilainya lamban, padahal sejumlah UU lain seperti UU KPK dan UU Daerah Khusus Ibu Kota bisa disahkan dalam waktu singkat.

Sebelumnya, pada Selasa (20/5/2025), ribuan pengemudi ojol menggelar aksi unjuk rasa di beberapa kota seperti, Jakarta, Malang, Pasuruan, Sidoarjo untuk menolak potongan besar dari aplikator dan skema tarif yang dianggap merugikan. Mereka mengajukan empat tuntutan utama: kenaikan tarif antar penumpang, regulasi untuk layanan makanan dan pengantaran barang roda dua, ketentuan tarif bersih roda empat, serta pengesahan UU Transportasi Online Indonesia.

Desakan dari DPR dan para pengemudi ini membuka kembali diskusi mengenai keadilan sistem transportasi online di Indonesia dan peran negara dalam melindungi pekerja di sektor digital.

Posting Komentar

0 Komentar