Raja Ampat Terancam Kerusakan Lingkungan Akibat Aktivitas Tambang Nikel

 

Ditulis Oleh: Ghina Shaqira

Sumber Gambar: CNN Indonesia 


Jakarta, 9 Juni 2025 – Pemerintah pusat tengah menjadi fokus perhatian publik terkait penerbitan izin tambang nikel di kawasan konservasi Raja Ampat di Provinsi Papua Barat Daya. Izin tersebut saat ini sedang dalam proses evaluasi menyeluruh, dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara langsung meninjau lokasi tambang untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan dampak lingkungan yang ditimbulkan.


Greenpeace sebuah organisasi nirlaba lingkungan mengungkap bahwa aktivitas tambang nikel di Pulau Gag, Kawe, dan Manuran telah menyebabkan kerusakan besar dengan menebangi lebih dari 500 hektar hutan. Pembabatan hutan ini memicu sedimentasi yang mengalir ke perairan sekitarnya, menutupi dan merusak terumbu karang yang menjadi habitat penting bagi keanekaragaman hayati laut di Raja Ampat.


Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana menegaskan bahwa setiap aktivitas industri di Raja Ampat harus dijalankan sesuai dengan prinsip pariwisata berkelanjutan yang mengedepankan keseimbangan antara pelestarian lingkungan, kesejahteraan sosial, dan pertumbuhan ekonomi. Ia mendukung penuh proses evaluasi izin tambang nikel yang dilakukan melalui koordinasi lintas kementerian, sebagai upaya menjaga keindahan dan kelestarian ekosistem Raja Ampat yang menjadi salah satu destinasi wisata unggulan nasional.


Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengumumkan penghentian sementara operasional tambang nikel milik PT Gag Nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat. Keputusan ini diambil sejak 5 Juni 2025 sebagai respons atas pengaduan masyarakat yang mengkhawatirkan dampak aktivitas pertambangan terhadap kawasan wisata dan ekosistem di wilayah tersebut. 


PT Gag Nikel memiliki izin operasi sejak akhir 1990-an perusahaan ini ditandatangani pada 19 Januari 1998 oleh Presiden Soeharto, menandai resmi berjalannya aktivitas pertambangan di Pulau Gag, Raja Ampat. Minerba One Data Indonesia (MODI) mengatakan  PT Gag Nikel resmi diterbitkan pada 2017, dan merupakan hasil kerja sama antara Asia Pacific Nickel Pty. Ltd, perusahaan asal Australia yang memegang 75 persen saham, dan PT Aneka Tambang (Antam) yang memiliki 25 persen saham.


Bahlil Lahadalia juga berencana melakukan kunjungan langsung ke Papua untuk memeriksa kondisi tambang nikel secara menyeluruh untuk memastikan bahwa informasi yang beredar mengenai aktivitas pertambangan di lapangan akurat dan sesuai dengan fakta.  Pada 7–8 Juni, Menteri ESDM bersama Gubernur dan Bupati setempat meninjau lokasi tambang di Pulau Gag dan tidak menemukan pencemaran laut. Orideko selaku Bupati Raja Ampat menyebutkan, tidak ada pencemaran lingkungan di laut sekitar lokasi tambang.


"Jadi informasi yang beredar kita pantau langsung, ternyata kita tidak dapat pencemaran lingkungan seperti yang beredar di medsos. Saya apresiasi dengan PT Gag Nikel yang terus melakukan pengawasan melalui amdal agar tidak ditemukan bermasalah ke depan," kata Orideko di Sorong pada Senin (9/6/2025).


Video yang viral di media sosial terkait pencemaran laut diyakini bukan berasal dari Pulau Gag, Raja Ampat. Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, bersama warga setempat menegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar dan menyebut video itu sebagai hoaks. Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu dan Bupati Raja Ampat Orideko Burdam menyatakan bahwa mayoritas warga Pulau Gag menolak penghentian operasional tambang nikel yang dikelola PT Gag Nikel. Mereka menegaskan bahwa aktivitas pertambangan tersebut menjadi sumber utama penghidupan masyarakat setempat, sehingga penutupan tambang akan berdampak negatif pada ekonomi lokal.


Nelayan yang tinggal di sekitar area tambang nikel di Pulau Gag menyatakan bahwa kualitas air laut dan hasil tangkapan ikan masih dalam kondisi normal dan tidak mengalami penurunan. Mereka menegaskan bahwa aktivitas pertambangan yang berlangsung tidak berdampak negatif terhadap ekosistem laut yang menjadi sumber mata pencaharian mereka. Bahkan, para nelayan mengaku mendapatkan dukungan langsung dari perusahaan tambang berupa bantuan bahan bakar dan alat tangkap ikan, yang sangat membantu dalam meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan mereka.


Pemerintah daerah bersama warga setempat mengajukan permintaan agar operasional tambang nikel di Pulau Gag tidak ditutup total, keberlangsungan aktivitas pertambangan yang menjadi sumber penghidupan masyarakat, namun dengan catatan harus tetap dalam pengawasan yang ketat dan terstruktur melalui Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).


Banyak yang menilai keberadaan tambang nikel di Raja Ampat perlu dilakukan kajian ulang secara menyeluruh termasuk kawasan konservasi yang berpotensi merusak aset wisata alam terpenting di Indonesia. Pemerintah pusat mendapat desakan dari Yan Mandenas seorang politikus asal papua, yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi dalam proses evaluasi dan pengambilan keputusan terkait tambang nikel di Raja Ampat, termasuk pengakuan dari warga lokal. Transparansi ini dianggap penting untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil tidak hanya berdasarkan kepentingan ekonomi semata, tetapi juga memperhatikan aspek lingkungan dan sosial secara adil.

Posting Komentar

0 Komentar