Ditulis Oleh : Anisah Nabilah Surono
Sumber Gambar : Muhammad Alvin Kurniawan
Cikarang, 29 Juli 2025 — Pada tanggal 28 Juli 2025, aksi demonstrasi bertajuk “Indonesia
Cemas” digelar oleh sejumlah mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Aksi
ini menjadi perhatian luas, terutama karena diliput langsung oleh Pers Mahasiswa Universitas
Bina Sarana Informatika (UBSI). Tidak hanya UBSI, mahasiswa dari Universitas Riau hingga
Universitas Bengkulu juga turut serta dalam menyuarakan keresahan mereka terhadap kondisi
bangsa saat ini.
Aksi dimulai sekitar pukul 16.10 WIB dengan long march dari kawasan Monas menuju
Patung Kuda. Namun, massa aksi terhalang karena kurang dari 100 meter menuju titik tujuan,
jalur telah ditutup aparat keamanan. Akhirnya, orasi dilakukan di persimpangan jalan dekat
BSI Tower. Orasi pertama disampaikan oleh perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh
Indonesia (BEM SI), kemudian dilanjutkan dengan pembacaan Sumpah Mahasiswa dan
penyampaian aspirasi oleh Presiden Mahasiswa dari berbagai universitas.
Isi orasi yang dikumandangkan menyoroti berbagai permasalahan nasional, di antaranya
adalah tuntutan penulisan ulang sejarah dan penolakan atas rencana pendirian lima batalyon
militer di Provinsi Aceh. Tuntutan ini mencerminkan kekhawatiran para mahasiswa terhadap
kebijakan yang dinilai berpotensi mengancam keadilan sosial dan demokrasi.
Sekitar pukul 17.00 WIB, ketegangan mulai memuncak ketika terjadi perdebatan antara massa aksi dengan pihak kepolisian. Massa mencoba berpindah ke sisi kiri jalan untuk melanjutkan aksi, namun dihentikan oleh aparat yang meminta mereka menjaga ketertiban. Ketegangan sedikit mereda pada saat pukul 17.34 WIB, Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Juri Ardiantoro, yang mewakili Presiden terpilih Prabowo Subianto, menghampiri massa. Ia mendengarkan secara langsung orasi serta pembacaan 11 tuntutan yang diajukan oleh para mahasiswa.
Adapun 11 tuntutan massa aksi Indonesia Cemas adalah:
- Menolak keras terhadap upaya pengaburan sejarah. Tolak politisasi sejarah untuk kepentingan elite.
- Mendesak untuk melaksanakan peninjauan kembali pasal bermasalah, pelibatan publik yang lebih luas dan bermakna dalam pembahasan RUU, penundaan pengesahan hingga seluruh poin kontroversial diselesaikan: Pasal 93 Pasal 145 ayat 1 Pasal 6 ayat 1, Penyidik utama belum jelas, Pasal 106 ayat 1 Pasal 106 ayat 4, Membuka kriminalisasi individu Pasal 23, Masyarakat sipil kehilangan jaminan hukum, Pasal 93 ayat 5c.
- Mendesak pemerintah untuk transparan dalam menyampaikan informasi terkait perjanjian bilateral melindungi kepentingan ekonomi nasional dan melakukan diplomasi yang kuat untuk memastikan kesepakatan yang saling menguntungkan.
- Mendesak untuk dilakukannya Audit menyeluruh terhadap izin pertambangan penegakan, jaminan partisipasi adat dalam pengelolaan sumber daya, Alokasikan keuntungan yang adil bagi masyarakat yang terdampak serta tindak tegas pelaksanaan illegal mining (penambangan ilegal) diberbagai wilayah di Indonesia.
- Mendesak Pemerintah untuk segera membatalkan pembangunan 5 batalion baru di Aceh dan segera untuk membuka data spesifik terkait jumlah Tentara organik yang di tempatkan di Aceh sesuai dengan MoU Helsinki.
- Mendesak Pemerintah untuk membatalkan pembangunan pengadilan militer dan fasilitas lainnya di lingkungan Universitas Riau serta perguruan tinggi lainnya.
- Tolak dan cabut UU TNI dan menolak segala bentuk intimidasi dan represi yang mengancam sipil.
- Menuntut DPR, pemerintah, dan aparat untuk memberikan kebebasan dan transparansi dari kawan-kawan kita yang masih dalam status tersangka untuk diberi status kebebasan
- Menolak dengan tegas segala bentuk aktivitas yang mempromosikan perilaku LGBT di seluruh sektor kehidupan sosial. Mendesak pemerintah untuk segera merumuskan regulasi dan sanksi hukum yang tegas terhadap tindakan yang dianggap menyimpang dari nilai-nilai agama dan budaya bangsa.
- Menolak segala bentuk praktik dwifungsi jabatan yang membuka peluang rangkap jabatan sipil dan militer, atau rangkap jabatan struktural lainnya yang berpotensi merusak prinsip profesionalisme birokrasi di Indonesia.
- Mendesak pemerintah dan DPR untuk mengesahkan RUU Perampasan Aset.
BEM SI dan massa aksi memberikan tenggat waktu 3x24 jam kepada Wamensesneg dan pihak terkait untuk menindaklanjuti seluruh tuntutan yang telah disampaikan. Setelah itu, massa perlahan mundur dari lokasi aksi secara tertib.
Dalam wawancara dengan salah satu demonstran, Muhammad Faturrahman Izulhat dari BEM DEMMA Institut Asyukriah Tangerang, ia mengungkapkan alasannya mengikuti aksi ini. Menurutnya, kondisi bangsa yang semakin memprihatinkan, terutama bagi rakyat kecil, membangkitkan nuraninya sebagai mahasiswa. Ia menyoroti salah satunya rancangan UU RKUHP yang dinilai berupaya menghapus sejarah kelam Reformasi 1998, termasuk tragedi kekerasan seksual terhadap perempuan.
Makna dari diksi “Indonesia Cemas” menurut para demonstran adalah bentuk kekhawatiran terhadap arah kebijakan negara. Mereka menegaskan bahwa aksi ini bukan bentuk ketidakcintaan pada Tanah Air, melainkan ekspresi cinta yang diwujudkan melalui kritik dan dorongan perubahan. Harapan mereka jelas: agar seluruh mahasiswa di Indonesia bersatu, karena perubahan sejati tak akan lahir dari gerakan yang terpecah-pecah. Semua pihak harus bersinergi demi Indonesia yang lebih adil dan demokratis.
0 Komentar