Ditulis oleh: Muhammad Jidan
Sumber gambar: kumparan.com
Jakarta, 25 Agustus 2025 — Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau yang dikenal
dengan nama Whoosh selama ini dipandang sebagai solusi baru bagi mobilitas masyarakat
yang ingin bepergian cepat dari Jakarta ke Bandung maupun sebaliknya. Dengan waktu
tempuh hanya sekitar 40 menit, Whoosh sempat menjadi kebanggaan infrastruktur Indonesia.
Namun, dibalik prestasi itu, kini muncul persoalan besar yang mengkhawatirkan beban utang
proyek yang membengkak hingga mencapai Rp116 triliun.
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) bersama KAI saat ini tengah
berupaya keras menemukan skema pelunasan utang. Upaya ini dilakukan agar beban finansial
proyek kereta cepat tidak semakin membesar dan membahayakan keberlanjutan bisnis.
Dony Oskaria, Chief Operating Officer (COO) Danantara, mengungkapkan bahwa keputusan
final mengenai skema pelunasan masih dalam tahap penjajakan. Berbagai opsi mulai dijajaki,
mulai dari negosiasi ulang termin pembayaran hingga restrukturisasi kewajiban. "Ini kan
sedang dijajaki ya, sedang kita lakukan penjajakan. Kedua akan kita bereskan proses itu
seperti mana, kemarin kan juga Dirut KAI juga menyampaikan ke DPR, " ungkap Dony saat
ditemui di Gedung Smesco, Jakarta Selatan, pada Jumat (22/8/2025).
KCJB yang merupakan proyek strategis nasional (PSN) ini menjadi sorotan karena beban
utang yang harus ditanggung oleh PT KAI. Perusahaan mendapat beban utang Rp6,9 triliun
dari China Bank Development (CDB) untuk pembayaran pembengkakan biaya proyek
Whoosh. Total biaya proyek mencapai 7,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp118,9 triliun,
termasuk pembengkakan biaya (cost overrun) senilai 1,2 miliar dolar AS atau Rp18,2 triliun.
Utang proyek KCJB tersebut menimbulkan tekanan besar, tidak hanya bagi PT Kereta Api
Indonesia (KAI) sebagai operator utama, tetapi juga bagi konsorsium Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang tergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). Kondisi
keuangan yang semakin terhimpit ini membuat pemerintah dan pengelola proyek harus
mencari jalan keluar yang realistis.
Direktur Utama KAI, Bobby Rasyidin secara terbuka mengakui bahwa utang kereta cepat
bukan sekadar beban biasa, melainkan ancaman serius. “Kami akan koordinasi dengan
Danantara untuk masalah KCIC ini, terutama kami dalami juga. Ini bom waktu,” tegas Bobby
dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Senayan, Jakarta Selatan, pada
Rabu (21/8/2025).
Masalah semakin rumit karena biaya operasional Whoosh yang sangat besar tidak sebanding
dengan pendapatan dari penjualan tiket. Tingkat okupansi penumpang masih jauh dari target,
sehingga pemasukan tidak mampu menutupi ongkos yang dibutuhkan untuk menjalankan
moda transportasi berteknologi tinggi tersebut. Hal ini membuat posisi keuangan KAI dan
konsorsium BUMN semakin tertekan dari waktu ke waktu.
Dalam rangka mengantisipasi dampak, Bobby mengusulkan agar utang proyek Whoosh dapat
direstrukturisasi. Harapannya, restrukturisasi bisa memberi ruang napas bagi perusahaan
sekaligus menurunkan risiko gagal bayar. Namun, opsi ini tentu harus melibatkan Danantara.
Meski sah secara hukum, masuknya Danantara untuk menalangi utang Whoosh berpotensi
menyedot kas Danantara. Risiko ini membuat peluang Danantara untuk menyalurkan dana
investasi ke sektor strategis lain maupun mendukung ekspansi BUMN bisa semakin terbatas.
Meski demikian, pemerintah tetap menaruh harapan besar agar intervensi Danantara dapat
menyelamatkan proyek ambisius ini. Lewat restrukturisasi ataupun negosiasi ulang
pembayaran pokok dan bunga, beban utang Whoosh diharapkan perlahan dapat dibereskan
sehingga proyek kebanggaan ini tidak berubah menjadi beban permanen bagi keuangan
negara.
0 Komentar