Direktur Lokataru Ditangkap Paksa Oleh Polisi

 

Ditulis oleh: Dhaniel Faturahman
Sumber Gambar: CNN Indonesia


Bekasi, 2 September 2025 — Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, ditangkap tanpa alasan dan surat perintah yang jelas oleh aparat kepolisian pada Senin malam (1/9). Penangkapan berlangsung sekitar pukul 22.40 WIB, ketika sejumlah anggota Polda Metro Jaya mendatangi Kantor Lokataru di Pulo Gadung, Jakarta Timur, menggunakan mobil Suzuki Ertiga berwarna putih.

Dikutip dari Tempo, perwakilan Tim Lokataru Foundation, Muzaffar, mengatakan penangkapan terjadi sekitar pukul 22.32 WIB. Menurut dia, saat itu seorang saksi mendengar ada yang mengetuk pintu pagar kantor mereka.

“Ketika dibuka, terdapat sepuluh orang mengenakan baju hitam-hitam mengaku dari Polda Metro Jaya dan langsung masuk ke kantor Lokataru,” ucapnya, Selasa (2/9). Lanjutnya, salah satu dari orang tersebut sempat menanyakan, “Delpedro mana, Del Pedro?” yang kemudian dijawab langsung oleh Delpedro dari ruang belakang, “Saya Pedro!”.

Lokataru Foundation, organisasi yang dipimpin Delpedro dan dikenal aktif memperjuangkan isu-isu hak asasi manusia (HAM), mengecam keras tindakan tersebut. Dalam unggahan di akun Instagram resminya pada (2/9), Lokataru Foundation menuliskan:

“Delpedro Marhaen adalah warga negara yang memiliki hak konstitusional untuk bersuara, berpendapat, dan mengemukakan pikiran secara damai. Penangkapan sewenang-wenang terhadap dirinya bukan hanya bentuk kriminalisasi, tetapi juga upaya mengekang kritik.”

Pernyataan tersebut mencerminkan keresahan yang lebih luas mengenai praktik aparat keamanan terhadap masyarakat sipil. Lokataru menegaskan bahwa kasus Delpedro menambah daftar panjang tindakan represif yang dialami aktivis di Indonesia. Menurut mereka, alih-alih mendengarkan aspirasi masyarakat, aparat justru memilih tindakan paksa yang dinilai menyerupai praktik otoriter.

Delpedro sendiri selama ini dikenal sebagai sosok yang vokal dalam mengkritik kebijakan pemerintah, terutama yang berkaitan dengan isu pelanggaran HAM dan perlindungan kelompok rentan. Rekam jejaknya dalam mendampingi korban serta menyuarakan hak-hak masyarakat sipil menjadikannya figur penting dalam gerakan HAM di Indonesia. Karena itu, penangkapannya menimbulkan kekhawatiran bahwa ruang kebebasan berekspresi semakin menyempit.

Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan penggiat HAM turut menyuarakan solidaritas. Mereka menuntut kepolisian segera memberikan penjelasan terbuka dan memastikan proses hukum berjalan sesuai prinsip demokrasi serta penghormatan terhadap hak asasi manusia. Ketiadaan pernyataan resmi dari aparat dinilai hanya memperkuat dugaan bahwa penangkapan dilakukan tanpa landasan hukum yang jelas.

Kasus ini berpotensi memicu perhatian tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di tingkat internasional. Sebagai negara demokrasi, Indonesia diharapkan mampu menunjukkan komitmen dalam melindungi kebebasan sipil, menghormati prinsip due process of law atau proses hukum yang adil, serta menjamin bahwa aparat negara tidak menyalahgunakan kewenangan.

Posting Komentar

0 Komentar