Sumber gambar: hypeabis.id
Jakarta, 07 September 2025 — Kehadiran PT Freeport Indonesia sebagai salah satu sponsor dalam ajang musik tahunan Pestapora 2025 menuai polemik di kalangan musisi dan pekerja seni. Sejumlah penampil yang sebelumnya dijadwalkan tampil memilih mundur karena menilai keterlibatan perusahaan tambang emas raksasa tersebut tidak sejalan dengan nilai dan prinsip yang mereka junjung. Isu keberlanjutan lingkungan serta rekam jejak panjang Freeport di Papua menjadi sorotan publik, hingga memicu perdebatan hangat di ruang digital.
PT Freeport Indonesia sendiri bukanlah nama asing bagi masyarakat. Perusahaan ini mengelola salah satu tambang emas dan tembaga terbesar di dunia yang berada di Papua. Selain emas, Freeport juga menghasilkan konsentrat yang mengandung tembaga dan perak. Sejak 2018, kepemilikan saham perusahaan ini mengalami perubahan signifikan setelah pemerintah Indonesia melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berhasil mengakuisisi mayoritas saham. Dengan nilai transaksi sebesar 3,85 miliar dolar AS atau setara Rp62,8 triliun, pemerintah kini menguasai 51,23 persen saham Freeport, menjadikan perusahaan tersebut semakin erat dengan kedaulatan ekonomi nasional.
Meski demikian, sebagian saham lainnya masih dimiliki oleh Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, perusahaan tambang asal Amerika Serikat yang sudah lama beroperasi di Indonesia. Freeport-McMoRan, dengan kantor pusat di Phoenix, Arizona, dikenal sebagai salah satu perusahaan tambang internasional terkemuka dengan aset besar, umur panjang, serta cadangan komoditas melimpah mulai dari tembaga, emas, hingga molybdenum.
Selain itu, PT Freeport Indonesia juga tergabung dalam Holding Industri Pertambangan Indonesia (MIND ID). Holding ini menaungi sejumlah perusahaan besar milik negara, antara lain PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), PT ANTAM Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Timah Tbk, serta PT Freeport Indonesia. Konsolidasi ini bertujuan memperkuat posisi sektor pertambangan nasional agar lebih transparan, efisien, dan kompetitif di kancah global.
Kontroversi ini berujung pada keputusan mengejutkan. Pada hari kedua, Sabtu 6 September 2025, dan hari ketiga, Minggu 7 September 2025, PT Freeport Indonesia dipastikan tidak lagi tercatat sebagai sponsor dalam pelaksanaan Pestapora 2025. Keputusan tersebut diumumkan melalui unggahan video resmi Instagram Pestapora oleh Kiki Ucup sebagai Festival Director Pestapora 2025 yang menyampaikan permohonan maaf atas kerjasama yang sempat terjalin dengan PT Freeport Indonesia.
“Saya sekali lagi mewakili Pesta Pora, meminta maaf atas kelalaian kami dalam menempuh langkah untuk bekerjasama dengan PT Freeport Indonesia. Kami sudah memutus kontrak kerjasama kami dengan PT Freeport Indonesia. Dan kami memastikan tidak ada sepeserpun aliran dana yang kami terima dari PT Freeport Indonesia. Dan kami juga memastikan bahwa tidak akan adanya presence PT Freeport Indonesia di pelaksanaan Pesta Pora 2025 ini,” ujar Kiki Ucup, melalui unggahan video Instagram Pestapora pada Sabtu, 6 September 2025.
Keterlibatan Freeport dalam festival musik seperti Pestapora memang menjadi ironi tersendiri. Festival yang identik dengan kebebasan berekspresi, kreativitas, dan kepedulian sosial harus berhadapan dengan citra perusahaan yang kerap menuai kritik terkait dampak lingkungan maupun sosial.
Sebelumnya, Freeport telah berpartisipasi sebagai sponsor, dan hal ini memicu sejumlah musisi mengumumkan pengunduran diri mereka melalui unggahan resmi di Instagram. Nama-nama yang mengundurkan diri antara lain Sukatani, Leipzig, Negatifa, Kelelawar Malam, Durga, Rekah, Swellow, serta yang terbaru Hindia dan Feast.
Peristiwa ini meninggalkan catatan penting bahwa kolaborasi antara dunia seni dan korporasi besar tidak lepas dari tarik-ulur kepentingan, etika, dan nilai yang hidup dalam masyarakat. Kontroversi Freeport di Pestapora 2025 menjadi pengingat bahwa pilihan sponsor bukan sekadar urusan finansial, tetapi juga soal identitas dan prinsip yang dijunjung sebuah festival.
0 Komentar