Ditulis Oleh: Khairunnisa Zabrina Salsabila
Sumber Gambar: Kompas.com
Jakarta, 29 September 2025 – Sedang ramai kasus ribuan pelajar sekolah yang keracunan akibat mengonsumsi Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah daerah dan desakan sejumlah pihak termasuk organisasi masyarakat sipil agar pemerintah mengevaluasi total dengan menghentikan program triliunan tersebut belum mendapatkan respons baik.
Saat masalah belum selesai, beredar kabar terkait pencabutan kartu liputan seorang jurnalis CNN Indonesia, Diana Valencia, usai ia melontarkan pertanyaan soal isu “MBG” kepada Presiden Prabowo Subianto dalam konferensi pers pada Sabtu, 27 September 2025, di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden Prasetyo Hadi menyatakan, bahwa pernyataan itu dianggap tidak relevan dengan konteks acara dan melanggar tata tertib peliputan Istana, yang memicu keputusan pencabutan kartu liputan jurnalis tersebut oleh pihak Istana.
“Sebabnya, Diana Valencia melontarkan pertanyaan mengenai permasalahan MBG ke Presiden Prabowo Subianto yang baru saja menyelesaikan lawatannya di sejumlah negara”, ujar Prasetyo pada Sabtu (27/9/2025).
Sebelumnya, saat berita pertama kali muncul, pihak Istana belum memberikan tanggapan resmi terkait pencabutan tersebut. Hal ini menarik perhatian Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers. AJI dan LBH menegaskan bahwa jurnalis CNN tersebut sedang menjalankan tugasnya saat menyampaikan pertanyaan soal MBG kepada Presiden Prabowo, sehingga sesuai dengan kerja jurnalistik diatur di Pasal 6 UU Pers yang berbunyi, Peran pers meliputi memenuhi hak masyarakat untuk tahu, menegakkan demokrasi, mengawasi kepentingan umum, dan memperjuangkan keadilan.
AJI dan LBH Pers melayangkan tuntutan kepada pihak BPMI Sekretariat Presiden untuk meminta maaf kepada jurnalis CNN Indonesia TV tersebut, mengingatkan soal konsekuensi pidana penjara dua tahun dan denda Rp500 juta terhadap pihak yang menghalang-halangi kerja jurnalistik yang tertulis dalam Pasal 18 UU Pers, yakni Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
“AJI Jakarta dan LBH Pers menegaskan bahwa praktik penghambatan kerja jurnalistik hanya akan memperburuk iklim kebebasan pers di Indonesia,” ujar Ketua AJI Jakarta, Irsyan Hasyim, dan Direktur LBH pers, Mustafa Layong, dalam siaran persnya, pada Minggu (28/9/2025).
Hal ini juga mendapat tanggapan yang sama dari Forum Pemimpin Redaksi Indonesia atau Forum Pemred.
“Menghalang-halangi kegiatan jurnalistik di Indonesia diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang- Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang memberikan sanksi pidana bagi setiap orang yang secara sengaja dan melawan hukum menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 UU Pers,” kata Ketua Forum Pemred, Retno Pinasti, dan Sekretaris Forum Pemred, Irfan Junaedi, dalam siaran persnya, Minggu (28/9/2025).
Hal ini mendapatkan tanggapan dari Istana, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan, akan mencari solusi terbaik.
“Ya kita cari jalan keluar terbaiklah,” ucapnya di sekitar Rumah Kertanegara, Jakarta, Minggu malam (28/9/2025).
Prasetyo mengatakan, pihaknya sudah meminta agar BPMI Sekretaris Presiden menjalin komunikasi sehingga masalah pencabutan tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Setelah adanya komunikasi antara CNN Indonesia dan Istana, kartu liputan jurnalis tersebut akhirnya dikembalikan pada Senin (29/9/2025).
Pihak Istana mengonfirmasi bahwa pengembalian kartu dilakukan setelah CNN memberikan klarifikasi dan menyampaikan permohonan maaf secara resmi. Keputusan pencabutan sempat menimbulkan perdebatan publik, terutama dari kalangan jurnalis dan pegiat kebebasan pers, yang menilai langkah itu dapat menjadi preseden buruk bagi independensi media.
Beberapa organisasi jurnalis menyatakan bahwa tindakan tersebut berpotensi membatasi ruang bertanya wartawan, padahal kebebasan pers dijamin oleh konstitusi. Peristiwa ini memunculkan diskusi luas soal batas antara kebebasan bertanya jurnalis dengan etika peliputan di forum kenegaraan, serta pentingnya komunikasi yang baik antara media dan lembaga negara.
Insiden ini menjadi refleksi penting bagi pemerintah dan media dalam menjaga keseimbangan antara tanggung jawab profesional jurnalis dan penghormatan terhadap aturan institusi resmi.
0 Komentar