Ditulis oleh: Lewi Andra Kurniawan
Sumber gambar: kumparan.com
Cikarang, 2 Oktober 2025 – Sejumlah badan usaha (BU) swasta penyalur bahan bakar minyak (BBM) seperti VIVO, BP-AKR, hingga Shell belum membeli pasokan base fuel atau BBM murni impor dari Pertamina.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (1/10), Pejabat Kementerian ESDM, Achmad Muchtasyar, menyampaikan bahwa kandungan etanol dalam base fuel Pertamina sebesar 3,5 persen menjadi salah satu faktor utama yang membuat SPBU swasta membatalkan kesepakatan.
Meski secara regulasi pemerintah kandungan etanol hingga 20 persen masih diperbolehkan, SPBU swasta menilai campuran etanol tersebut tidak sesuai dengan kriteria bisnis mereka. Ada beberapa pertimbangan yang membuat etanol menjadi isu sensitif. salah satunya, etanol memiliki sifat higroskopis atau mudah menyerap air, sehingga berpotensi menurunkan kualitas BBM jika penyimpanan tidak dilakukan dengan standar khusus.
Menurut Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, dalam kesepakatan awal, SPBU swasta mengajukan beberapa syarat agar bisa masuk dalam skema impor tambahan BBM lewat kolaborasi dengan Pertamina. Skema ini memungkinkan BBM murni (base fuel) diimpor dan kemudian dicampurkan di tangki SPBU masing-masing.
“Mereka setuju, dan memang harus setuju untuk beli, berkolaborasi dengan Pertamina. Jadi produknya saja nanti dicampur di masing-masing,” ujar Bahlil saat konferensi pers usai pertemuan dengan perwakilan SPBU swasta di Jakarta, Jumat, (19/09/25).
Bahlil juga menegaskan bahwa skema ini bukanlah satu pintu, melainkan kuota impor tambahan yang memang sudah diberikan lebih besar dibandingkan tahun lalu.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI pada Rabu (1/10/2025), Pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Achmad Muchtasyar mengungkap alasan utama batalnya kesepakatan pembelian base fuel Pertamina. Menurut Achmad, kandungan etanol dalam base fuel yang ditawarkan Pertamina mencapai 3,5 persen.
“Isu yang disampaikan kepada rekan-rekan SPBU ini adalah mengenai konten. Kontennya itu ada kandungan etanol. Nah, dimana secara regulasi itu diperkenankan, etanol itu sampai jumlah tertentu kalau tidak salah sampai 20 persen. Sedangkan ada etanol 3,5 persen,” ujar Achmad saat Rapat Dengar Pendapat pada Rabu, (1/10/2025).
Achmad menambahkan bahwa faktor kandungan etanol inilah yang membuat beberapa SPBU swasta, termasuk VIVO dan BP-AKR, akhirnya mengurungkan niat untuk melanjutkan kesepakatan pembelian BBM dari Pertamina.
“Nah ini yang membuat kondisi teman-teman SPBU swasta untuk tidak melanjutkan pembelian karena ada konten etanol tersebut. Dimana konten itu sebetulnya masih masuk ambang yang diperkenankan oleh pemerintah,” lanjut Achmad saat Rapat Dengar Pendapat.
VIVO dan BP-AKR secara terbuka membatalkan pembelian dari Pertamina dengan alasan sama terkait etanol tersebut, sementara Shell membatalkan minatnya karena alasan berbeda, yakni adanya urusan birokrasi internal.
Kasus batalnya pembelian BBM Pertamina oleh badan usaha (BU) swasta menyoroti adanya perbedaan standar antara regulasi pemerintah dan kriteria bisnis SPBU swasta. Jika tidak segera ditemukan titik temu, dikhawatirkan persoalan ini akan berdampak pada kondisi yang mempengaruhi keberlangsungan dan daya tarik investasi di bidang distribusi, pengolahan, hingga penjualan produk minyak dan gas bumi, khususnya bagi perusahaan swasta yang bergantung pada pasokan impor base fuel.
0 Komentar