Sumber Gambar: Kompas.com
Jakarta, 13 April 2025 – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, mengumumkan kembalinya sistem penjurusan di jenjang SMA, yaitu IPA, IPS, dan Bahasa, yang akan mulai diberlakukan pada tahun ajaran baru 2025/2026 dan mulai diberlakukan pada murid kelas 12 pada bulan November 2025.
Kebijakan ini merupakan langkah untuk memperbaiki sistem pendidikan yang sebelumnya dinilai kurang relevan. Pada era Menteri Nadiem Makarim, penjurusan sempat dihapus melalui Kurikulum Merdeka dengan tujuan mencegah stigma sosial di sekolah dan memberikan fleksibilitas bagi siswa. Namun, kebijakan tersebut memunculkan tantangan baru, seperti kesulitan perguruan tinggi dalam menilai kemampuan akademik calon mahasiswa serta ketidakseimbangan minat siswa terhadap jurusan tertentu.
Kebijakan baru ini memberikan kesempatan bagi siswa yang memilih untuk mengikuti Ujian Nasional dengan Tes Kemampuan Akademik (TKA), sebagai pengganti ujian nasional. Dalam TKA, setiap siswa diwajibkan mengikuti tiga mata pelajaran utama, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, dan satu mata pelajaran khusus sesuai jurusan yang dipilih. Siswa yang mengambil jurusan IPA dapat memilih salah satu mata pelajaran dari rumpun ilmu seperti Fisika, Kimia, atau Biologi, sementara siswa jurusan IPS memiliki opsi untuk memilih Ekonomi, Sosiologi, atau Sejarah. Kesempatan ini dapat membantu siswa agar lebih fokus pada bidang studi yang sesuai dengan minat dan bakat mereka.
“Dengan cara seperti itu, maka kemampuan akademik seseorang akan menjadi landasan ketika ingin melanjutkan ke perguruan tinggi di jurusan tertentu. Jadi, bisa dilihat dari nilai kemampuan akademiknya,” Ungkap Mu’ti di Kantor Kemendikdasmen, Jakarta pada Jumat (11/04/2025), dikutip dari antaramews.com pada Minggu (13 April 2025).
Abdul Mu’ti mengungkapkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir ia sering menerima keluhan terkait penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi yang tidak sesuai dengan kemampuan akademik mereka selama di SMA. Banyak kasus menunjukkan bahwa siswa diterima di program studi yang membutuhkan kompetensi tertentu, tetapi latar belakang pendidikan mereka tidak mendukung.
”Ada mahasiswa yang dia itu IPS, tetapi diterima di fakultas kedokteran. Wah, itu bisa jadi jebluk dia selama kuliah. Diterima sih diterima, tetapi begitu kuliah akan jadi kesulitan tersendiri karena dasarnya tidak berbasis mata pelajaran yang selama ini dipakai dalam asesmen nasional yang diperlakukan pada masa Mas Nadiem itu,” ujar Mu’ti di Kantor Kemendikdasmen, Jakarta pada Jumat (11/04/2025), dikutip dari kompas.id.
Mu’ti berharap bahwa dengan pemberlakuan kebijakan baru ini dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan mereka serta menemukan kecocokan yang tepat sesuai dengan program studi yang mereka pilih di perguruan tinggi. Dengan mengembalikan sistem penjurusan, siswa akan memiliki kesempatan untuk lebih fokus pada pelajaran yang sesuai dengan minat dan bakat mereka agar dapat mempersiapkan diri dengan lebih baik. Mu’ti percaya bahwa penghapusan sistem jurusan sebelumnya juga akan mengurangi diskriminasi terhadap siswa non-IPA dalam proses seleksi mahasiswa baru.
Penghapusan sistem penjurusan di SMA, Kurikulum Merdeka memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi minat, bakat, dan aspirasi karir mereka dengan lebih leluasa melalui pemilihan mata pelajaran yang fleksibel. Meskipun Tes Kemampuan Akademik (TKA) tidak diwajibkan dan tidak menjadi syarat kelulusan, siswa yang memilih untuk mengikuti ujian ini memiliki peluang untuk menggunakan nilai yang mereka peroleh sebagai modal dalam mendaftar ke perguruan tinggi melalui jalur prestasi.
Kembalinya sistem penjurusan di SMA ini, diharapkan dapat memberikan fondasi akademik yang kuat di bidang yang mereka minati, sehingga mereka dapat belajar dengan lebih terarah, sekaligus siap menghadapi seleksi perguruan tinggi negeri (PTN) yang semakin kompetitif.
0 Komentar